Forum Perjuangan Warga Mustikajaya
Aksi Penolakan Warga
Rabu, 14 September 2011
Senin, 30 Agustus 2010
MERUBAH STRATEGI, MERAIH KEMENANGAN
Satu bulan terakhir ini Kampung Ciketing telah menjadi fokus perhatian jutaan pasang mata dari seluruh dunia, bahkan Kampung Ciketing namanya telah meroket lebih terkenal dari Bekasi. Orang Barat bertanya apakah Ciketing sebuah negara baru? Jawaban ‘ya’, yakni negara RRC (Republik Rakyat Ciketing). Diberitakan, dimana penduduknya tidak memiliki rasa toleransi dan pemahaman hak asasi manusianya kurang, selalu menentang peribadatan yang dilakukan oleh agama lain, dan bertindak anarkis, demikian kira-kira informasi yang diserap oleh dunia luar tentang Ciketing. Sebuah kelicikan pemberitaan media masa yang sengaja mereka hembuskan agar dunia luar simpati kepadanya.
Perlu kiranya kita (umat Islam) mengambil suatu pelajaran berharga dimana dominasi jurnalistik begitu penting dalam suatu perjuangan. Keterkungkungan umat selama ini terhadap jurnalistik, disebabkan adanya doktrin bahwa jurnalis/wartawan adalah pekerjaan yang hina dan haram harus dihindari. Sebenarnya kita tidak boleh memandang dua mata sisi dari segi negatifnya saja, jika kita pergunakan untuk kebaikan dan perjuangan akan lebih baik, dan kita dapat mengcounter pemberitaan yang mereka hembuskan.
Mendengar pemberitaan seperti di atas membuat gemuruh darah kian bergejolak ditubuh, mata panas menatap dan menyaksikan mereka beraktivitas di lahan kosong tak berijin, hati terasa tersayat-sayat oleh sembilu, perasaan inilah yang saat ini dirasakan oleh warga Mustikajaya, tetapi kita tetap harus sabar, hati kita boleh panas tetapi kepala tetap dingin, jika ungkapan rasa kesal, benci, marah, dongkol, tidak terkontrol malah alih-alih akan merusak tujuan perjuangan kita.
Sebab kemenangan dalam menyusun sebuah strategi harus dilandasi ketenangan jiwa, ketelatenan dan organisir yang baik dan tepat, tidak boleh lengah sedikitpun. Ingat kawan, musuh yang kita hadapi adalah orang-orang licik yang sangat mudah memutar balikan fakta dan realita!.
Terbukti dari berbagai pemberitaan yang dilansir beberapa media masa, hampir 95 % mengdeskriditkan umat Islam, termasuk dalam peliputan berita mengenai perlawanan warga terhadap penolakan rencana pendirian gereja/rumah ibadat serta aktifitasnya, selalu memojokan warga. Seperti “Ormas dan Polisi Mengusir Jama’at HKBP”. “ Penyerangan dilakukan Ormas kepada Jama’at HKBP”.
Jelas-jelas hal tersebut tidak pernah dilakukan bahkan dalam setiap aksi tidak pernah berbuat anarkis, dimana aksi penolakan setiap minggu selalu menggunakan team negosiasi untuk menempuh jalan damai dengan cara berdialog.
Tetapi setiap kali diajak berdialog pendeta Luspida Simanjuntak selalu tidak mau, mungkin hal ini diduga, bahwa mereka merasa pasti akan kalah karena tidak memiliki perijinan dari warga setempat dan pemerintah Kota Bekasi.
Bahkan taktik yang lebih busuk lagi yang mereka gunakan untuk menjebak warga Mustikajaya, mereka telah membuat skenario dan konspirasi (dagelan recehan) dengan mengundang perwakilan HKBP dari seluruh Bekasi, tokoh dan Anggota Dewan DPR RI juga mengundang wartawan dalam negeri dan luar negeri.
Agar aktivitas yang mereka lakukan dapat diliput oleh seluruh stasiun TV dalam dan luar negeri, skenario pun mereka susun dimulai dengan berkumpul di rumah no. 14 Jalan Puyuh Raya Jembatan Tiga, kemudian mereka berjalan kaki konvoi menuju ke lokasi lahan kosong di RT 03 RW 06 Kampung Ciketing Asem Mustikajaya dengan tujuan.
Pertama, ingin menujukan kepada warga PTI dan Ciketing bahwa jumlah mereka banyak dan kompak serta miliki perjuangan yang tinggi dalam menjalankan ketaatan ibadat juga bermaksud menujukan dukungan kesetiaan kepada pendetanya.
Kedua, ingin menggetarkan warga Ciketing dengan kekompakan mereka.
Ketiga, memancing amarah warga, karena jumlah mereka kian minggu bertambah.
Keempat, Berharap dengan banyaknya jumlah mereka akan terliput dan dilihat oleh masyarakat diseluruh Indonesia dan luar negeri bahwa sudah layak di Kp. Ciketing didirikan sebuah Gereja/tempat ibadat karena jumlah pemeluknya telah penuhi syarat.
Kelima, Ketika mereka melakukan perjalanan dari PTI menuju lokasi, mereka berharap akan membakar emosi warga, pada saat berhadap-hadapan dengan masa warga yang begitu banyak pada waktu minggu sebelumnya, sehingga akan terjadi tindakan anarkis dari warga, jika tidak ada tindakan anarkis mereka siap memprovokasi dengan berbagai cara agar terjadi bentrokan, nah pada saat itulah akan diliput oleh seluruh stasiun TV yang telah mereka undang.
Sementara di tempat lain mereka telah mempersiapkan beberapa mobil bis dan jama’at lainnya yang sedang menunggu informasi/berita dari Ciketing, harapan mereka terjadi bentrokan kemudian mereka berdemo di Istana Jakarta untuk membuktikan bahwa benar selama ini kegiatan yang mereka lakukan selalu mendapat perlakuan anarkis.
Namun apa yang mereka harapkan tidak terjadi, karena strategi mereka telah dibocorkan sendiri ke warga oleh salah satu jema’at HKBP sendiri yang sudah jenuh dengan cara gerakan pendetanya yang mengajak beribadat tapi meresahkan warga/orang lain. Inilah kebesaran Allah yang ingin menujukan bahwa kebenaran akan menang. Mereka ingin menipu Agama Allah tetapi mereka sendiri yang tertipu.
Hingga akhirnya, HKBP merasa kecewa berat alias kecele, karena skenario dan konspirasi yang mereka buat tidak berhasil, seperti apa yang dikatakan oleh salah satu jemaat mereka: “kami sangat kecewa karena tidak terjadi bentrokan fisik pada saat kami mengerahkan jema’at banyak dan dari anggota dewan kemarin”.
Melalui pelajaran berharga ini, warga lebih berdewasa diri dalam menyikapi perkembangan ini. Warga diam bukan berarti kita kalah atau bosan, intinya strategi lawan strategi, warga tampil dengan strategi penolakan yang lebih cantik dan akurat, dengan mengatur sasaran bidikan yang lebih tepat.
Selain pengerahan masa, langkah strategis yang diambil adalah dengan dialog dan klarifikasi masalah di lapangan.
Pertama, Dialog.
Dialog atau negosiasi telah beberapa kali dilakukan oleh FUIM, diantaranya dengan RT, RW, Lurah, Camat, Kapolsek, Kapolres, Asda II, Kementrian Agama Kota Bekasi, dan Team Sembilan, juga Wali Kota Bekasi.
Dari hasil dialog tersebut ada beberapa point yang dapat diterima dan ditolak oleh FUIM, bahkan sempat mengalami kekecewaan yang berat, ketika warga (FUIM) dua kali diundang oleh Wali Kota Bekasi.
Pertama pada hari Jum’at tanggal 13 Agustus 2010 di Kantor DKM Masjid Al-Barkah Kota Bekasi, dimana pada saat itu Wali Kota Bekasi mengatakan. “untuk masalah pendirian gereja dan aktifitas HKBP PTI di Ciketing tutup buku”. Hal ini disaksikan oleh seluruh yang hadir bahkan ucapan beliau terekam oleh handican sekjen FUIM sebagai dokumentasi yang sangat berharga apakah ucapannya dapat dipegang.
Ternyata pada hari minggu tanggal 15 Agustus 2010 mereka HKBP tetap melaksanakan kebaktian dengan pengawalan yang ketat. Inilah yang kemudian melatarbelakangi FUIM mengundang Wali Kota untuk datang ke Mustikajaya meminta penjelasannya mengapa janji yang diucapkannya berbeda jauh dilapangan. Tetapi lagi-lagi beliau beralasan tidak bisa hadir dan bahkan mengundang balik untuk berdialog di kantornya. FUIM pun mengikuti kemauannya, waktu yang diagendakan tanggal 19 Agustus 2010 adalah pukul 14.00 WIB, tetapi dialog baru dapat dimulai pukul 15. 20. Ketika Ketua FUIM, Ust. Syahid Tajuddin menanyakan mengapa kebaktian pada hari minggu tanggal 15 Agustus 2010 tetap berlangsung sementara Bapak telah menyatakan bahwa untuk Ciketing tutup buku?
Jawaban Wali Kota memang sudah ditebak sebelumnya yakni pasti mengelak. Dan terbukti ai mengatakan “ untuk kasus Ciketing memang saya sudah sampaikan ke pendeta agar coolingdown dahalu, dan saya sudah menawarkan tempat di Gedung eks OPP, tetapi dasar pendetanya yang keras kepala dia tetap menolak”.
Dialogpun terus berkembang, ketika Ust. Sholihin menanyakan “Dalam hal ini Bapak lah sebagai Wali Kota yang memegang kebijakan penuh untuk daerah, kenapa Bapak tidak berani memberikan perintah kepada aparat keamanan untuk mengevakuasi, sementara solusi sudah Bapak tawarkan, biasanya ketika solusi sudah diberikan dan ia tetap membadel akan ada tindakan, tetapi sekarang mana ?.
Jawaban beliau “Dalam hal ini saya tidak mempunyai kewenangan dan saya menunggu keputusan dari pusat”.
Padahal dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksana Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah diatur tugas Pemda, dari Tingkat Kepala Desa sampai Gubernur. Dalam pasal 3 dan pasal 4 peraturan bersama disebutkan, pemeliharaan kerukunan umat beragama di provinsi, kabupaten/kota menjadi tugas dan kewajiban gubernur, bupati dan walikota.
Dengan demikian dalih yang diucapkan walikota tidak tepat, yang selalu beralasan menunggu keputusan pusat. Jika demikian siapakah yang bodoh? .....
Keputusan bersama di atas sebenarnya Wali Kota berhak menginstruksikan kepada aparat keamanan untuk mengevakuasi aktifitas yang tak berijin tersebut, karena sangat jelas sudah menjadi tugas dan kewajiban Wali Kota (Muchtar Mohammad) untuk mengambil tindakan tegas ketika kerukunan umat beragama di Kampung Ciketing merasa terganggu oleh aktifitas umat lain.
Harapan dari warga adalah jangan sampai pemda/walikota menutup mata sehingga kasus ini berlarut-larut dibiarkan, tolong dalam masalah ini tanggalkan kepentingan politik, jangan sampai mosi tidak percaya terhadap pemerintah daerah atau kepada salah satu partai terjadi di Kota Bekasi. Lihat kekompakan dari Anggota DPR RI dari PDIP yang merupakan anggota dan Pengurus HKBP ikut andil dan terjun langsung menangani permasalahn ini, tetapi mana anggota DPR RI/DPRD yang peduli terhadap warga Mustikajaya, mereka saat ini buta, bisu, tuli hanya pada saat pemilu saja janji mereka sampai berbusa dan doer bibirnya.
Kepada team sembilan tolong, kami warga Kampung Ciketing sudah berdialog dengan Wali Kota dua kali tetapi selalu dengan hasil yang sama yakni kecewa, untuk itu kami meminta untuk nengingatkan Wali Kota dengan berkali-kali jangan putus asa sampai kebijakan terhadap tutup buku di Ciketing ia keluarkan dengan surat resmi. Mengapa kami meminta bantuan anda karena andalah yang dahulu merekomendasikan Bapak Muchtar Mohammad untuk jadi Wali Kota. Andalah salah satu harapan kami, jika mereka HKBP selalu dimuluskan oleh salah satu Anggota Dewan untuk melobi Wali Kota, andapun pasti bisa. (AR)
Bersambung.......
Perlu kiranya kita (umat Islam) mengambil suatu pelajaran berharga dimana dominasi jurnalistik begitu penting dalam suatu perjuangan. Keterkungkungan umat selama ini terhadap jurnalistik, disebabkan adanya doktrin bahwa jurnalis/wartawan adalah pekerjaan yang hina dan haram harus dihindari. Sebenarnya kita tidak boleh memandang dua mata sisi dari segi negatifnya saja, jika kita pergunakan untuk kebaikan dan perjuangan akan lebih baik, dan kita dapat mengcounter pemberitaan yang mereka hembuskan.
Mendengar pemberitaan seperti di atas membuat gemuruh darah kian bergejolak ditubuh, mata panas menatap dan menyaksikan mereka beraktivitas di lahan kosong tak berijin, hati terasa tersayat-sayat oleh sembilu, perasaan inilah yang saat ini dirasakan oleh warga Mustikajaya, tetapi kita tetap harus sabar, hati kita boleh panas tetapi kepala tetap dingin, jika ungkapan rasa kesal, benci, marah, dongkol, tidak terkontrol malah alih-alih akan merusak tujuan perjuangan kita.
Sebab kemenangan dalam menyusun sebuah strategi harus dilandasi ketenangan jiwa, ketelatenan dan organisir yang baik dan tepat, tidak boleh lengah sedikitpun. Ingat kawan, musuh yang kita hadapi adalah orang-orang licik yang sangat mudah memutar balikan fakta dan realita!.
Terbukti dari berbagai pemberitaan yang dilansir beberapa media masa, hampir 95 % mengdeskriditkan umat Islam, termasuk dalam peliputan berita mengenai perlawanan warga terhadap penolakan rencana pendirian gereja/rumah ibadat serta aktifitasnya, selalu memojokan warga. Seperti “Ormas dan Polisi Mengusir Jama’at HKBP”. “ Penyerangan dilakukan Ormas kepada Jama’at HKBP”.
Jelas-jelas hal tersebut tidak pernah dilakukan bahkan dalam setiap aksi tidak pernah berbuat anarkis, dimana aksi penolakan setiap minggu selalu menggunakan team negosiasi untuk menempuh jalan damai dengan cara berdialog.
Tetapi setiap kali diajak berdialog pendeta Luspida Simanjuntak selalu tidak mau, mungkin hal ini diduga, bahwa mereka merasa pasti akan kalah karena tidak memiliki perijinan dari warga setempat dan pemerintah Kota Bekasi.
Bahkan taktik yang lebih busuk lagi yang mereka gunakan untuk menjebak warga Mustikajaya, mereka telah membuat skenario dan konspirasi (dagelan recehan) dengan mengundang perwakilan HKBP dari seluruh Bekasi, tokoh dan Anggota Dewan DPR RI juga mengundang wartawan dalam negeri dan luar negeri.
Agar aktivitas yang mereka lakukan dapat diliput oleh seluruh stasiun TV dalam dan luar negeri, skenario pun mereka susun dimulai dengan berkumpul di rumah no. 14 Jalan Puyuh Raya Jembatan Tiga, kemudian mereka berjalan kaki konvoi menuju ke lokasi lahan kosong di RT 03 RW 06 Kampung Ciketing Asem Mustikajaya dengan tujuan.
Pertama, ingin menujukan kepada warga PTI dan Ciketing bahwa jumlah mereka banyak dan kompak serta miliki perjuangan yang tinggi dalam menjalankan ketaatan ibadat juga bermaksud menujukan dukungan kesetiaan kepada pendetanya.
Kedua, ingin menggetarkan warga Ciketing dengan kekompakan mereka.
Ketiga, memancing amarah warga, karena jumlah mereka kian minggu bertambah.
Keempat, Berharap dengan banyaknya jumlah mereka akan terliput dan dilihat oleh masyarakat diseluruh Indonesia dan luar negeri bahwa sudah layak di Kp. Ciketing didirikan sebuah Gereja/tempat ibadat karena jumlah pemeluknya telah penuhi syarat.
Kelima, Ketika mereka melakukan perjalanan dari PTI menuju lokasi, mereka berharap akan membakar emosi warga, pada saat berhadap-hadapan dengan masa warga yang begitu banyak pada waktu minggu sebelumnya, sehingga akan terjadi tindakan anarkis dari warga, jika tidak ada tindakan anarkis mereka siap memprovokasi dengan berbagai cara agar terjadi bentrokan, nah pada saat itulah akan diliput oleh seluruh stasiun TV yang telah mereka undang.
Sementara di tempat lain mereka telah mempersiapkan beberapa mobil bis dan jama’at lainnya yang sedang menunggu informasi/berita dari Ciketing, harapan mereka terjadi bentrokan kemudian mereka berdemo di Istana Jakarta untuk membuktikan bahwa benar selama ini kegiatan yang mereka lakukan selalu mendapat perlakuan anarkis.
Namun apa yang mereka harapkan tidak terjadi, karena strategi mereka telah dibocorkan sendiri ke warga oleh salah satu jema’at HKBP sendiri yang sudah jenuh dengan cara gerakan pendetanya yang mengajak beribadat tapi meresahkan warga/orang lain. Inilah kebesaran Allah yang ingin menujukan bahwa kebenaran akan menang. Mereka ingin menipu Agama Allah tetapi mereka sendiri yang tertipu.
Hingga akhirnya, HKBP merasa kecewa berat alias kecele, karena skenario dan konspirasi yang mereka buat tidak berhasil, seperti apa yang dikatakan oleh salah satu jemaat mereka: “kami sangat kecewa karena tidak terjadi bentrokan fisik pada saat kami mengerahkan jema’at banyak dan dari anggota dewan kemarin”.
Melalui pelajaran berharga ini, warga lebih berdewasa diri dalam menyikapi perkembangan ini. Warga diam bukan berarti kita kalah atau bosan, intinya strategi lawan strategi, warga tampil dengan strategi penolakan yang lebih cantik dan akurat, dengan mengatur sasaran bidikan yang lebih tepat.
Selain pengerahan masa, langkah strategis yang diambil adalah dengan dialog dan klarifikasi masalah di lapangan.
Pertama, Dialog.
Dialog atau negosiasi telah beberapa kali dilakukan oleh FUIM, diantaranya dengan RT, RW, Lurah, Camat, Kapolsek, Kapolres, Asda II, Kementrian Agama Kota Bekasi, dan Team Sembilan, juga Wali Kota Bekasi.
Dari hasil dialog tersebut ada beberapa point yang dapat diterima dan ditolak oleh FUIM, bahkan sempat mengalami kekecewaan yang berat, ketika warga (FUIM) dua kali diundang oleh Wali Kota Bekasi.
Pertama pada hari Jum’at tanggal 13 Agustus 2010 di Kantor DKM Masjid Al-Barkah Kota Bekasi, dimana pada saat itu Wali Kota Bekasi mengatakan. “untuk masalah pendirian gereja dan aktifitas HKBP PTI di Ciketing tutup buku”. Hal ini disaksikan oleh seluruh yang hadir bahkan ucapan beliau terekam oleh handican sekjen FUIM sebagai dokumentasi yang sangat berharga apakah ucapannya dapat dipegang.
Ternyata pada hari minggu tanggal 15 Agustus 2010 mereka HKBP tetap melaksanakan kebaktian dengan pengawalan yang ketat. Inilah yang kemudian melatarbelakangi FUIM mengundang Wali Kota untuk datang ke Mustikajaya meminta penjelasannya mengapa janji yang diucapkannya berbeda jauh dilapangan. Tetapi lagi-lagi beliau beralasan tidak bisa hadir dan bahkan mengundang balik untuk berdialog di kantornya. FUIM pun mengikuti kemauannya, waktu yang diagendakan tanggal 19 Agustus 2010 adalah pukul 14.00 WIB, tetapi dialog baru dapat dimulai pukul 15. 20. Ketika Ketua FUIM, Ust. Syahid Tajuddin menanyakan mengapa kebaktian pada hari minggu tanggal 15 Agustus 2010 tetap berlangsung sementara Bapak telah menyatakan bahwa untuk Ciketing tutup buku?
Jawaban Wali Kota memang sudah ditebak sebelumnya yakni pasti mengelak. Dan terbukti ai mengatakan “ untuk kasus Ciketing memang saya sudah sampaikan ke pendeta agar coolingdown dahalu, dan saya sudah menawarkan tempat di Gedung eks OPP, tetapi dasar pendetanya yang keras kepala dia tetap menolak”.
Dialogpun terus berkembang, ketika Ust. Sholihin menanyakan “Dalam hal ini Bapak lah sebagai Wali Kota yang memegang kebijakan penuh untuk daerah, kenapa Bapak tidak berani memberikan perintah kepada aparat keamanan untuk mengevakuasi, sementara solusi sudah Bapak tawarkan, biasanya ketika solusi sudah diberikan dan ia tetap membadel akan ada tindakan, tetapi sekarang mana ?.
Jawaban beliau “Dalam hal ini saya tidak mempunyai kewenangan dan saya menunggu keputusan dari pusat”.
Padahal dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksana Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah diatur tugas Pemda, dari Tingkat Kepala Desa sampai Gubernur. Dalam pasal 3 dan pasal 4 peraturan bersama disebutkan, pemeliharaan kerukunan umat beragama di provinsi, kabupaten/kota menjadi tugas dan kewajiban gubernur, bupati dan walikota.
Dengan demikian dalih yang diucapkan walikota tidak tepat, yang selalu beralasan menunggu keputusan pusat. Jika demikian siapakah yang bodoh? .....
Keputusan bersama di atas sebenarnya Wali Kota berhak menginstruksikan kepada aparat keamanan untuk mengevakuasi aktifitas yang tak berijin tersebut, karena sangat jelas sudah menjadi tugas dan kewajiban Wali Kota (Muchtar Mohammad) untuk mengambil tindakan tegas ketika kerukunan umat beragama di Kampung Ciketing merasa terganggu oleh aktifitas umat lain.
Harapan dari warga adalah jangan sampai pemda/walikota menutup mata sehingga kasus ini berlarut-larut dibiarkan, tolong dalam masalah ini tanggalkan kepentingan politik, jangan sampai mosi tidak percaya terhadap pemerintah daerah atau kepada salah satu partai terjadi di Kota Bekasi. Lihat kekompakan dari Anggota DPR RI dari PDIP yang merupakan anggota dan Pengurus HKBP ikut andil dan terjun langsung menangani permasalahn ini, tetapi mana anggota DPR RI/DPRD yang peduli terhadap warga Mustikajaya, mereka saat ini buta, bisu, tuli hanya pada saat pemilu saja janji mereka sampai berbusa dan doer bibirnya.
Kepada team sembilan tolong, kami warga Kampung Ciketing sudah berdialog dengan Wali Kota dua kali tetapi selalu dengan hasil yang sama yakni kecewa, untuk itu kami meminta untuk nengingatkan Wali Kota dengan berkali-kali jangan putus asa sampai kebijakan terhadap tutup buku di Ciketing ia keluarkan dengan surat resmi. Mengapa kami meminta bantuan anda karena andalah yang dahulu merekomendasikan Bapak Muchtar Mohammad untuk jadi Wali Kota. Andalah salah satu harapan kami, jika mereka HKBP selalu dimuluskan oleh salah satu Anggota Dewan untuk melobi Wali Kota, andapun pasti bisa. (AR)
Bersambung.......
Selasa, 17 Agustus 2010
DASAR PENOLAKAN
RENCANA PENDIRIAN GEREJA HKBP PTI
DI CIKETING RT 03/06 MUSTIKAJAYA KOTA BEKASI
1. Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No.8 dan No.9 tahun 2006 Bab IV tentang Pendirian Rumah Ibadat Pasal 13 ayat 2, berbunyi :
“Pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak mengganggu ketentraman dan ketertiban umum, serta mematuhi peraturan perundang-undangan”.
Jika pembangunan dilaksanakan dikawasan penduduk muslim tentunya akan sangat mengganggu ketentraman beribadah umat muslim hal ini juga yang dapat dijadikan dasar penolakan.
2. Pasal 14 ayat 2 b
“Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa;
Ditegaskan bahwa dalam pertemuan pada tanggal 05 Juli 2010 di gedung Wali Kota Bekasi di ruang Asisten Daerah bahwa Pak Lurah dan Pak Camat akan mengikuti aspirasi masyarakat mustikajaya yang nota bene sangat menolak rencana pendirian bangunan gereja di wilayahnya,
Dengan demikian walaupun mendapat dukungan masyarakat setempat berjumlah 60 orang jika tidak disahkan oleh lurah dan camat maka tertolak.
3. Peraturan Wali Kota Nomor : 16 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pemberian Izin Pendirian Rumah Ibadat di Kota Bekasi Bab IV Pasal 8 ayat 3 huruf b dan c. berbunyi sebagai berikut:
“Pendirian tersebut dilengkapi dengan syarat-syarat administrasi (b) Pernyataan tidak berkeberatan dari masyarakat lingkungan setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang diketahui oleh RT dan RW dan disahkan oleh Lurah dengan melampirkan bukti rekaman Kartu Tanda Penduduk (c) Rekomendasi tertulis Lurah, diketahui Camat.
Sudah dijelaskan di atas bahwa masyarakat Mustikajaya dan Lurah Mustikajaya tidak mengizinkan adanya rencana pembangunan gereja di Mustikajaya, dengan sendirinya Peraturan tersebut dapat dijadikan dasar penolakan.
4. Lampiran Peraturan Wali Kota Bekasi Nomor : 16 Tahun 2006 Tanggal 15 Desember 2006 Tentang Alur Proses Layanan Izin Sementara Rumah Ibadat, dijelaskan juga pada alur proses izin pendirian rumah ibadat harus tetap mendapat dukungan warga lingkungan minimal 60 orang diketahui RT/RW.
Artinya dilihat dari alur proses layanan izin, jika masyarakat setempat menolak maka izin rencana pembangunan rumah ibadat tersebut tertolak.
5. Berkas Persetujuan warga terhadap rencana pendirian Gereja HKBP PTI di Ciketing RT 03/06 Mustikajaya diduga terdapat pemalsuan data (bukti terlampir).
6. Sebagian yang menandatangani surat pernyataan sudah mengakui imbalan menerima uang. (Surat pernyataan terlampir).
7. Tidak ada perintah tertulis dari PEMKOT BEKASI kepada HKBP untuk melakukan kebaktian dilahan kosong Ckieting RT 03/06 Mustikajaya.
8. Kami warga Mustikajaya menolak pendirian gereja dilokasi tersebut (tanda tangan warga terlampir).
9. Lokasi yang digunakan kebaktian di Ciketing bukan merupakan tempat ibadah/gereja tetapi lahan kosong yang disekitarnya adalah mayoritas muslim.
RENCANA PENDIRIAN GEREJA HKBP PTI
DI CIKETING RT 03/06 MUSTIKAJAYA KOTA BEKASI
1. Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No.8 dan No.9 tahun 2006 Bab IV tentang Pendirian Rumah Ibadat Pasal 13 ayat 2, berbunyi :
“Pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak mengganggu ketentraman dan ketertiban umum, serta mematuhi peraturan perundang-undangan”.
Jika pembangunan dilaksanakan dikawasan penduduk muslim tentunya akan sangat mengganggu ketentraman beribadah umat muslim hal ini juga yang dapat dijadikan dasar penolakan.
2. Pasal 14 ayat 2 b
“Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa;
Ditegaskan bahwa dalam pertemuan pada tanggal 05 Juli 2010 di gedung Wali Kota Bekasi di ruang Asisten Daerah bahwa Pak Lurah dan Pak Camat akan mengikuti aspirasi masyarakat mustikajaya yang nota bene sangat menolak rencana pendirian bangunan gereja di wilayahnya,
Dengan demikian walaupun mendapat dukungan masyarakat setempat berjumlah 60 orang jika tidak disahkan oleh lurah dan camat maka tertolak.
3. Peraturan Wali Kota Nomor : 16 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pemberian Izin Pendirian Rumah Ibadat di Kota Bekasi Bab IV Pasal 8 ayat 3 huruf b dan c. berbunyi sebagai berikut:
“Pendirian tersebut dilengkapi dengan syarat-syarat administrasi (b) Pernyataan tidak berkeberatan dari masyarakat lingkungan setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang diketahui oleh RT dan RW dan disahkan oleh Lurah dengan melampirkan bukti rekaman Kartu Tanda Penduduk (c) Rekomendasi tertulis Lurah, diketahui Camat.
Sudah dijelaskan di atas bahwa masyarakat Mustikajaya dan Lurah Mustikajaya tidak mengizinkan adanya rencana pembangunan gereja di Mustikajaya, dengan sendirinya Peraturan tersebut dapat dijadikan dasar penolakan.
4. Lampiran Peraturan Wali Kota Bekasi Nomor : 16 Tahun 2006 Tanggal 15 Desember 2006 Tentang Alur Proses Layanan Izin Sementara Rumah Ibadat, dijelaskan juga pada alur proses izin pendirian rumah ibadat harus tetap mendapat dukungan warga lingkungan minimal 60 orang diketahui RT/RW.
Artinya dilihat dari alur proses layanan izin, jika masyarakat setempat menolak maka izin rencana pembangunan rumah ibadat tersebut tertolak.
5. Berkas Persetujuan warga terhadap rencana pendirian Gereja HKBP PTI di Ciketing RT 03/06 Mustikajaya diduga terdapat pemalsuan data (bukti terlampir).
6. Sebagian yang menandatangani surat pernyataan sudah mengakui imbalan menerima uang. (Surat pernyataan terlampir).
7. Tidak ada perintah tertulis dari PEMKOT BEKASI kepada HKBP untuk melakukan kebaktian dilahan kosong Ckieting RT 03/06 Mustikajaya.
8. Kami warga Mustikajaya menolak pendirian gereja dilokasi tersebut (tanda tangan warga terlampir).
9. Lokasi yang digunakan kebaktian di Ciketing bukan merupakan tempat ibadah/gereja tetapi lahan kosong yang disekitarnya adalah mayoritas muslim.
Jumat, 23 Juli 2010
KRONOLOGIS PENOLAKAN PENDIRIAN GEREJA DI MUSTIKAJAYA
KRONOLOGIS
PERISTIWA PENOLAKAN RENCANA PENDIRIAN GEREJA HKBP
DI CIKETING MUSTIKAJAYA
1.Tanggal 20 Juni 2010 pada hari Minggu Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, melakukan penyegelan terhadap rumah yang difungsikan sebagai gereja di Jalan Puyuh Raya nomor 14, Kelurahan Mustika Jaya, Kecamatan Mustika Jaya, karena rumah tersebut menurut Asisten Daerah (Asda) II, Zaki Hoetomo telah melanggar tiga aturan hukum yakni, Peraturan Pemerintah (PP) nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Bagi Kepentingan Umum. "Peraturan Daerah (Perda) nomor 61 tahun 1999 tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan Perda nomor 4 tahun 2000 tentang Pendirian Rumah Ibadah.
Bahkan juga telah melanggar Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri No. 8 dan No. 9 tahun 2006, peraturan Wali Kota Bekasi Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Tata cara pendirian rumah ibadat di Kota Bekasi Bab IV pasal 8 ayat 3 huruf b dan c. dan lebih beraninya lagi mereka tidak mengindahkan segel tersebut sehingga tiga kali mendapat surat teguran, tetapi tetap membandel dan melaksanakan kegiatan ibadat di rumah tersebut.
aksi penyegelan bangunan yang dijadikan sebagai Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Pondok Timur Indah (PTI) berlangsung lancar tanpa ada tindakan anarkis dan kriminal (tertib dan aman) yang disaksikan ratusan jemaat dan masyarakat Mustikajaya. Penyegelan dilakukan dengan menggunakan papan kayu berukuran 5X5 meter persegi yang bertuliskan "Bangunan Ini Di Segel Karena Melanggar PP No 36 Tahun 2005, Perda No 61 Tahun 1999, dan Perda Nomor 4 Tahun 2000 oleh Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan". Sebagaimana dilansir oleh www.antaranews.com.
Papan itu ditempel oleh petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) setempat di pagar rumah yang berdiri di atas lahan seluas 200 meter per segi dengan menggunakan paku beton. Kegiatan itu juga dikawal secara ketat oleh dua kompi anggota Kepolisian Resor Metropolitan (Polrestro) Bekasi bersenjata lengkap. Karena khawatir akan terjadi bentrok fisik karena pihak HKBP telah menyiapkan orang-orang bayaran, seperti pada saat penyegelan pertama dimana petugas dari dinas P2B, satpol PP, Para Tokoh dan masyarakat sekitar dikejar-kejar oleh pihak HKBP, serta diintimidasi dengan cara didatangi rumah-rumah warga sekitar dan diteriaki dengan kalimat “awas, kami telah membayar pembunuh bayaran untuk membunuh mu” demikian ancaman HKBP terhadap warga RW 015.
Dalam negosiasinya pemerintah kota Bekasi dengan jema’at HKBP Pondok Timur ternyata pemerintah Kota Bekasi telah menawarkan lokasi pengganti di PTI yakni di Kp. Kelapa Dua Kelurahan Padurenan di kompleks Ajenad, kedua di komplek Kodim 02, ketiga di Tajimalela.
namum dalam pelaksanaannya mereka menolak menempati lokasi yang telah ditawarkan tersebut, mereka tetap tidak mengindahkan hukum yang berlaku.
2. Tanggal 27 Juni 2010 walaupun telah dilakukan penyegelan ke-tiga kalinya mereka tetap melakukan kebaktian di rumah tersebut. Tetapi dengan alasan kebaktian dilakukan di halaman rumah. Namun pada pelaksanaannya mereka melaksanakan kebaktian di dalam rumah yang sudah disegel.
3. Tanggal 05 Juli 2010 FUIM dan Tokoh agama dan Masyarakat, mendatangi kantor Wali Kota Bekasi, yang dimediatori oleh Lurah, dan Camat Mustikajaya untuk menagih janji pasca penyegelan dan mempertanyakan ketegasan pemerintah Kota Bekasi, dalam pertemuan tersebut dihasilkan kesakatan 1) jika rumah tersebut masih dijadikan tempat ibadat maka warga berhak untuk membongkarnya, dengan syarat tidak terjerat hukum, artinya program pembongkaran itu legal dihadapan hukum. 2) Pemkot meminta waktu untuk mengambil keputusan sampai dengan hari jum’at tanggal 09 Juli 2010, dan member tahu hasil keputusan kepada para tokoh.
4. Tanggal 08 Juli 2010 pada hari kamis pukul 11.30 s.d. 13.00 telah dilaksanakan rapat antara Asisten Daerah (Asda II) dengan pihak HKBP PTI, yang dihadiri oleh Reni Hendrawati, Santi S. (Kesbang Polinmas), Bashirudin Yusuf (Humas Pemkot), Nurhilal (Kemenag), M. Manik (Kemenec), A. Pinto (Satpol PP), J. Irawan (Posda BIN), Iman (Lurah Mustikajaya), Junaedi (Camat Mustikajaya), Mohammad Jefry, Dyas (Hukum), Suhanda (MUI), Kapt Infantri Noormansyah (Pasi Intel Dim Bekasi).
Dengan hasil rapat akan dilakukan penambahan penyegelan di HKBP PTI dengan pasal 243 apabila segel dirusak dan rumah tersebut dipergunakan lagi untuk ibadat maka akan dikenakan sanki hukum pidana, adanya rencana pemindahan lokasi ke Kp. Ciketing Mustikajaya.
5. Tanggal 10 Juli 2010 jam 12.30 lokasi yang akan dibangun gereja atau untuk tempat kebaktian mulai dibersihkan dengan membayar preman dan warga setempat, kemudian berdatanganlah dari jema’at HKBP untuk membantu dengan pengamanan dan pengayoman aparat kepolisian, situasi pun memanas karena warga setempat menolak akan didirikan gereja, dan warga memasang tiga spanduk penolakan terhadap pendirian gereja, tetapi mereka terus berjalan membersihkan tempat yang akan dijadikan kebaktian dengan pengawalan polisi, warga setempat masih dapat menahan emosinya sehingga tidak terjadi tindakan anarkis, walaupun dari pihak jema’at HKBP ada yang sengaja ingin memperkeruh masalah agar terjadi bentrok fisik, diantaranya mereka menyamar dengan menggunakan jilbab dan kopiah haji, dan penyamarannya tertangkap oleh warga, tetapi warga tetap bersabar dan tidak terprovokasi.
6. Tanggal 11 Juli 2010 HKBP PTI melakukan kebaktian pertama kali di lokasi Kp. Ciketing Mustikajaya dengan mendapat pengawalan dan pengamanan yang ketat oleh aparat kepolisian dan TNI, mereka berani melakukan ibadat tanpa ada ijin warga setempat, dan tanpa menempuh jalur perundang-undangan yang berlaku, hanya dengan menggunakan surat yang (dalam tanda kutif) “hanya” ditandatangani Sekda yang tidak memiliki kekuatan hukum. Maka status surat tersebut tidak berkutik ketika dibenturkan dengan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri No. 8 dan No. 9 tahun 2006, peraturan Wali Kota Bekasi Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Tata cara pendirian rumah ibadat di Kota Bekasi Bab IV pasal 8 ayat 3 huruf b dan c.
Yang intinya harus mendapat persetujuan warga setempat, yang ditandatangani oleh lurah dan diketahui oleh Camat.
Untuk itu wajar jika warga setempat marah dan tidak menerima kalau kampung kelahirannya dijadikan tempat kebaktian, dan rencana akan didirikan gereja, apa lagi tanpa permisi atau ijin dengan warga tersebut secara jelas dan resmi.
Dan pada saat itu tidak ada tindakan anarkis yang dilakukan oleh warga, ormas yang ada pada saat itu hanya menonton dari kejauhan yang aktif adalah warga. Tindakan yang dilakukan warga murni bentuk dari kekesalan mereka terhadap aparat pemerintah yang tidak bisa bertindak tegas, sehingga mereka meluapkan emosinya dengan membunyikan benda-benda kaleng.
7. Tanggal 18 Juli 2010, kali kedua mereka melaksanakan kebaktian dengan meminta perlindungan dan pengamanan dari aparat kepolisian yang lebih banyak jumlahnya dari minggu sebelumnya. Hal inilah yang membuat warga semakin kesal terhadap mereka karena pada minggu sebelumnya mereka sudah diperingatkan agar tidak melaksanakan kegiatan kebaktian di Kampung Ciketing Mustikajaya tetapi mereka tetap ngeyel, untuk kedua kalinya maka warga tersebut turun kesekitar lokasi sebagai bentuk wujud penolakan keras terhadap kebaktian yang dilakukan oleh HKBP. Dalam aksi yang kedua ini jumlah warga yang datang lebih banyak, karena warga se-Kecamatan Mustikajaya dari empat kelurahan telah sepakat untuk menolak rencana pendirian gereja dan kebaktian di Kecamatan Mustikajaya.
Dalam aksinya warga tetap tidak bertindak anarkis dan terkontrol, hingga pelaksanaan negosiasi yang dilaksanakan oleh FUIM sebagai fasilitator warga dengan aparat kepolisian dan pemerintahan, yang diwakili oleh Kapolres, Kapolsek, Lurah, Camat, Asda II, berjalan dengan tertib. Walaupun kesemua aparat tersebut tidak berwenang untuk menghentikan kegiatan tersebut, akhirnya mereka bersedia untuk mendatangkan perwakilan dari Kementrian Agama Kota Bekasi.
Kemudian perwakilan Kementrian Agama Kota Bekasi yang diwakili oleh Bapak Abdul Rosyid, menemui pendeta HKBP untuk menandatangani surat pernyataan yang dibuat para tokoh masyarakat dan warga, tetapi lagi-lagi pendeta tersebut tidak mau menandatanganinya. Akhirnya Bapak Abdul Rosyid sebagai pihak yang berwenang dari Kementrian Agama Kota Bekasi, bersedia menandatangani surat pernyataan tersebut sebagai penjamin bahwa tidak akan lagi diadakan kebaktian dan pendirian gereja di Kampung Ciketing Mustikajaya.
PERISTIWA PENOLAKAN RENCANA PENDIRIAN GEREJA HKBP
DI CIKETING MUSTIKAJAYA
1.Tanggal 20 Juni 2010 pada hari Minggu Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, melakukan penyegelan terhadap rumah yang difungsikan sebagai gereja di Jalan Puyuh Raya nomor 14, Kelurahan Mustika Jaya, Kecamatan Mustika Jaya, karena rumah tersebut menurut Asisten Daerah (Asda) II, Zaki Hoetomo telah melanggar tiga aturan hukum yakni, Peraturan Pemerintah (PP) nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Bagi Kepentingan Umum. "Peraturan Daerah (Perda) nomor 61 tahun 1999 tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan Perda nomor 4 tahun 2000 tentang Pendirian Rumah Ibadah.
Bahkan juga telah melanggar Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri No. 8 dan No. 9 tahun 2006, peraturan Wali Kota Bekasi Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Tata cara pendirian rumah ibadat di Kota Bekasi Bab IV pasal 8 ayat 3 huruf b dan c. dan lebih beraninya lagi mereka tidak mengindahkan segel tersebut sehingga tiga kali mendapat surat teguran, tetapi tetap membandel dan melaksanakan kegiatan ibadat di rumah tersebut.
aksi penyegelan bangunan yang dijadikan sebagai Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Pondok Timur Indah (PTI) berlangsung lancar tanpa ada tindakan anarkis dan kriminal (tertib dan aman) yang disaksikan ratusan jemaat dan masyarakat Mustikajaya. Penyegelan dilakukan dengan menggunakan papan kayu berukuran 5X5 meter persegi yang bertuliskan "Bangunan Ini Di Segel Karena Melanggar PP No 36 Tahun 2005, Perda No 61 Tahun 1999, dan Perda Nomor 4 Tahun 2000 oleh Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan". Sebagaimana dilansir oleh www.antaranews.com.
Papan itu ditempel oleh petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) setempat di pagar rumah yang berdiri di atas lahan seluas 200 meter per segi dengan menggunakan paku beton. Kegiatan itu juga dikawal secara ketat oleh dua kompi anggota Kepolisian Resor Metropolitan (Polrestro) Bekasi bersenjata lengkap. Karena khawatir akan terjadi bentrok fisik karena pihak HKBP telah menyiapkan orang-orang bayaran, seperti pada saat penyegelan pertama dimana petugas dari dinas P2B, satpol PP, Para Tokoh dan masyarakat sekitar dikejar-kejar oleh pihak HKBP, serta diintimidasi dengan cara didatangi rumah-rumah warga sekitar dan diteriaki dengan kalimat “awas, kami telah membayar pembunuh bayaran untuk membunuh mu” demikian ancaman HKBP terhadap warga RW 015.
Dalam negosiasinya pemerintah kota Bekasi dengan jema’at HKBP Pondok Timur ternyata pemerintah Kota Bekasi telah menawarkan lokasi pengganti di PTI yakni di Kp. Kelapa Dua Kelurahan Padurenan di kompleks Ajenad, kedua di komplek Kodim 02, ketiga di Tajimalela.
namum dalam pelaksanaannya mereka menolak menempati lokasi yang telah ditawarkan tersebut, mereka tetap tidak mengindahkan hukum yang berlaku.
2. Tanggal 27 Juni 2010 walaupun telah dilakukan penyegelan ke-tiga kalinya mereka tetap melakukan kebaktian di rumah tersebut. Tetapi dengan alasan kebaktian dilakukan di halaman rumah. Namun pada pelaksanaannya mereka melaksanakan kebaktian di dalam rumah yang sudah disegel.
3. Tanggal 05 Juli 2010 FUIM dan Tokoh agama dan Masyarakat, mendatangi kantor Wali Kota Bekasi, yang dimediatori oleh Lurah, dan Camat Mustikajaya untuk menagih janji pasca penyegelan dan mempertanyakan ketegasan pemerintah Kota Bekasi, dalam pertemuan tersebut dihasilkan kesakatan 1) jika rumah tersebut masih dijadikan tempat ibadat maka warga berhak untuk membongkarnya, dengan syarat tidak terjerat hukum, artinya program pembongkaran itu legal dihadapan hukum. 2) Pemkot meminta waktu untuk mengambil keputusan sampai dengan hari jum’at tanggal 09 Juli 2010, dan member tahu hasil keputusan kepada para tokoh.
4. Tanggal 08 Juli 2010 pada hari kamis pukul 11.30 s.d. 13.00 telah dilaksanakan rapat antara Asisten Daerah (Asda II) dengan pihak HKBP PTI, yang dihadiri oleh Reni Hendrawati, Santi S. (Kesbang Polinmas), Bashirudin Yusuf (Humas Pemkot), Nurhilal (Kemenag), M. Manik (Kemenec), A. Pinto (Satpol PP), J. Irawan (Posda BIN), Iman (Lurah Mustikajaya), Junaedi (Camat Mustikajaya), Mohammad Jefry, Dyas (Hukum), Suhanda (MUI), Kapt Infantri Noormansyah (Pasi Intel Dim Bekasi).
Dengan hasil rapat akan dilakukan penambahan penyegelan di HKBP PTI dengan pasal 243 apabila segel dirusak dan rumah tersebut dipergunakan lagi untuk ibadat maka akan dikenakan sanki hukum pidana, adanya rencana pemindahan lokasi ke Kp. Ciketing Mustikajaya.
5. Tanggal 10 Juli 2010 jam 12.30 lokasi yang akan dibangun gereja atau untuk tempat kebaktian mulai dibersihkan dengan membayar preman dan warga setempat, kemudian berdatanganlah dari jema’at HKBP untuk membantu dengan pengamanan dan pengayoman aparat kepolisian, situasi pun memanas karena warga setempat menolak akan didirikan gereja, dan warga memasang tiga spanduk penolakan terhadap pendirian gereja, tetapi mereka terus berjalan membersihkan tempat yang akan dijadikan kebaktian dengan pengawalan polisi, warga setempat masih dapat menahan emosinya sehingga tidak terjadi tindakan anarkis, walaupun dari pihak jema’at HKBP ada yang sengaja ingin memperkeruh masalah agar terjadi bentrok fisik, diantaranya mereka menyamar dengan menggunakan jilbab dan kopiah haji, dan penyamarannya tertangkap oleh warga, tetapi warga tetap bersabar dan tidak terprovokasi.
6. Tanggal 11 Juli 2010 HKBP PTI melakukan kebaktian pertama kali di lokasi Kp. Ciketing Mustikajaya dengan mendapat pengawalan dan pengamanan yang ketat oleh aparat kepolisian dan TNI, mereka berani melakukan ibadat tanpa ada ijin warga setempat, dan tanpa menempuh jalur perundang-undangan yang berlaku, hanya dengan menggunakan surat yang (dalam tanda kutif) “hanya” ditandatangani Sekda yang tidak memiliki kekuatan hukum. Maka status surat tersebut tidak berkutik ketika dibenturkan dengan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri dalam Negeri No. 8 dan No. 9 tahun 2006, peraturan Wali Kota Bekasi Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Tata cara pendirian rumah ibadat di Kota Bekasi Bab IV pasal 8 ayat 3 huruf b dan c.
Yang intinya harus mendapat persetujuan warga setempat, yang ditandatangani oleh lurah dan diketahui oleh Camat.
Untuk itu wajar jika warga setempat marah dan tidak menerima kalau kampung kelahirannya dijadikan tempat kebaktian, dan rencana akan didirikan gereja, apa lagi tanpa permisi atau ijin dengan warga tersebut secara jelas dan resmi.
Dan pada saat itu tidak ada tindakan anarkis yang dilakukan oleh warga, ormas yang ada pada saat itu hanya menonton dari kejauhan yang aktif adalah warga. Tindakan yang dilakukan warga murni bentuk dari kekesalan mereka terhadap aparat pemerintah yang tidak bisa bertindak tegas, sehingga mereka meluapkan emosinya dengan membunyikan benda-benda kaleng.
7. Tanggal 18 Juli 2010, kali kedua mereka melaksanakan kebaktian dengan meminta perlindungan dan pengamanan dari aparat kepolisian yang lebih banyak jumlahnya dari minggu sebelumnya. Hal inilah yang membuat warga semakin kesal terhadap mereka karena pada minggu sebelumnya mereka sudah diperingatkan agar tidak melaksanakan kegiatan kebaktian di Kampung Ciketing Mustikajaya tetapi mereka tetap ngeyel, untuk kedua kalinya maka warga tersebut turun kesekitar lokasi sebagai bentuk wujud penolakan keras terhadap kebaktian yang dilakukan oleh HKBP. Dalam aksi yang kedua ini jumlah warga yang datang lebih banyak, karena warga se-Kecamatan Mustikajaya dari empat kelurahan telah sepakat untuk menolak rencana pendirian gereja dan kebaktian di Kecamatan Mustikajaya.
Dalam aksinya warga tetap tidak bertindak anarkis dan terkontrol, hingga pelaksanaan negosiasi yang dilaksanakan oleh FUIM sebagai fasilitator warga dengan aparat kepolisian dan pemerintahan, yang diwakili oleh Kapolres, Kapolsek, Lurah, Camat, Asda II, berjalan dengan tertib. Walaupun kesemua aparat tersebut tidak berwenang untuk menghentikan kegiatan tersebut, akhirnya mereka bersedia untuk mendatangkan perwakilan dari Kementrian Agama Kota Bekasi.
Kemudian perwakilan Kementrian Agama Kota Bekasi yang diwakili oleh Bapak Abdul Rosyid, menemui pendeta HKBP untuk menandatangani surat pernyataan yang dibuat para tokoh masyarakat dan warga, tetapi lagi-lagi pendeta tersebut tidak mau menandatanganinya. Akhirnya Bapak Abdul Rosyid sebagai pihak yang berwenang dari Kementrian Agama Kota Bekasi, bersedia menandatangani surat pernyataan tersebut sebagai penjamin bahwa tidak akan lagi diadakan kebaktian dan pendirian gereja di Kampung Ciketing Mustikajaya.
Jumat, 16 Juli 2010
KATAKAN TIDAK PADA KRISTENISASI
AWAL PERGERAKAN KRISTENISASI
DI KOTA BEKASI
Berita tentang program B3 kependekkan Bekasi Berbagi Bahagia, pada awalnya tidak digubris oleh ummat Islam di kota Bekasi, khususnya kecamatan Mustikajaya, karena program tersebut pada awalnya ialah program bakti social dan pentas seni biasa yang telah mendapat izin dari Wali Kota Bekasi, namun akhirnya dibalik semua itu tersipan suatu misi pemurtadan dan pembaktisan terhadap ummat Islam abangan, (mereka itulah gologan Ibu-ibu rumah tangga, tukang ojek, tukang becak, penjual sayur, pedagang asongan, anak-anak dan remaja.).
Al-hamdulillah. Kebenaran masih berpihak pada ummat Islam, dan gerakan mereka tercium busuknya, sehingga disusunlah suatu formasi dadakan yang diketuai, oleh Ust. Sahri, S.PdI, Ust. Yasin Setiawan, S.PdI dan Ust. Syahid Tajuddin, S.H.I., M.Sc. Dan didukung oleh pemuda-pemuda Islam dari berbagai Majlis Taklim se-Mustikajaya, sehingga menjadi kekuatan solid.
Berawal dari Perumahan Bumyagara forum mensikapi acara Bekasi Berbagi Bahagia, sempat forum ummat Islam adu mulut dengan panitia, karena mereka merasa memiliki surat izin dari Wali Kota, tetapi aturan main dilapangan tidak seperti itu, dan harus memegang surat izin dari RT/RW, Kelurahan dan Kecamatan, karena jika terjadi sesuatu merupakan tanggung jawab aparat pemerintahan setempat. Akhirnya forum menghadirkan Ketua RT/RW untuk menanyakan apakah panitia B3 memilki surat izin tempat penyelenggaraan acara tersebut. Ternyata mereka tidak memilikinya dan akhirnya acara tersebut dibubarkan. Alloohu Akbar …...Allohu Akbar terdengan suara takbir memecah kebisingan yang terlontar dari mulut anggota forum.
Sebenarnya acara penghentian tersebut akan dimulai sejak pagi-pagi buta tetapi karena forum ingin mengetahui apa yang diucapkan oleh presenter kegiatan B3 dan menunggu teman-teman lain. Setelah mendengar dan merekam apa yang diucapkan presenter acara B3, ternyata jelas acara ini adalah pembakatisan.
Pembaktisan itu sendiri dilakukan dengan metode dan strategi hipnotis melalui acara perlombaan yang digelar oleh panitia. Peserta yang sudah terdaftar nama dan identitasnya kemudian dipanggil untuk mengikuti lomba, tetapi sebelum lomba dimulai panitia mewajibkan seluruh peserta untuk mengucapkan yel-yel yang dibimbing panitia seperti:
Kasih adalah dasar jalan keluargaku
Kebenaran ku ajarkan setiap waktu
jalan kebenaran dan hidup !!!
Keluarga super siap hadapi tantangan hidup
Hidup suci menjadi jalanku
Kebenaran adalah pilihanku
Jalan kebenaran dan hidup !!!
Remaja tangguh jadi pilihanku
Yel-yel tersebut sepintas biasa-biasa saja tetapi jika dicermati yel-yel itu berisi kata-kata pembaktisan. Astagfirullohal 'adziim.
Al-hamdulillah berkat kesiapan pemuda-pemuda Islam, Kecamatan Mustikajaya terbebas dari pembaktisan yang bergaya bakti sosial. Allohu akbar... Alloooohu akbar.
Mari kita galang kekuatan satukan tekad, satukan hati, mantapkan iman langkahkan kaki, kibarkan panji-panji kebesaran Islam, tebarkan salam.
Bela agama belakan ummat, mari penuhi panggilan suci, lawan musuh-musuh terlaknat, maju tak kenal takut, jangan jadi pengecut, usir kristenisasi dari Bekasi, tunaikan panggilan suci, jihad yang kami nanti.
Mungkin slogan dan yel-yel di atas dapat menambah semangat kita untuk berjihad melawan gerakan kristenisasi, karena gerakan mereka tidak akan ada hentinya sebelum mereka berhasil mengkristenkan kota Bekasi dan umumnya Indonesia ini.
untuk itu mari kita tanamkan anak cucu kita dengan aqidah yang mantap sehingga mereka tidak akan pernah menggadaikan aqidahnya. Karena tantangan kedepan akan semakin berat, sebagai studi analisis kasus yang terjadi di Nigeria, negara ini pada awalnya adalah berpenduduk Muslim, tetapi karena kebijakan pemerintah yang tidak tegas, akhir mereka menggalang kekuatan melalui jalur politik, dan kini keberadaan orang kristen sudah mencapai kurang lebih 38 % dengan jumlah tersebut mereka berani mengkudeta pemerintahan yang dipegang ummat Muslim, dan berani angkat senjata melawan ummat Islam.
Di Indonesia sendiri, saat ini jumlah mereka semakin bertambah, hal ini merupakan ancaman yang sangat nyata buat kita, jangan sampai kejadian di Nigeria terjadi di Indonesia.
Ayooo Umat Islam Bersatu, tinggalkan perbedaan warna, partai, golongan dan organisasi, satu persepsi waspadai kristenisasi, jika anak-cucu kita ingin selamat dari pemurtadan.
Alloh Yuwaffiquna.
DI KOTA BEKASI
Berita tentang program B3 kependekkan Bekasi Berbagi Bahagia, pada awalnya tidak digubris oleh ummat Islam di kota Bekasi, khususnya kecamatan Mustikajaya, karena program tersebut pada awalnya ialah program bakti social dan pentas seni biasa yang telah mendapat izin dari Wali Kota Bekasi, namun akhirnya dibalik semua itu tersipan suatu misi pemurtadan dan pembaktisan terhadap ummat Islam abangan, (mereka itulah gologan Ibu-ibu rumah tangga, tukang ojek, tukang becak, penjual sayur, pedagang asongan, anak-anak dan remaja.).
Al-hamdulillah. Kebenaran masih berpihak pada ummat Islam, dan gerakan mereka tercium busuknya, sehingga disusunlah suatu formasi dadakan yang diketuai, oleh Ust. Sahri, S.PdI, Ust. Yasin Setiawan, S.PdI dan Ust. Syahid Tajuddin, S.H.I., M.Sc. Dan didukung oleh pemuda-pemuda Islam dari berbagai Majlis Taklim se-Mustikajaya, sehingga menjadi kekuatan solid.
Berawal dari Perumahan Bumyagara forum mensikapi acara Bekasi Berbagi Bahagia, sempat forum ummat Islam adu mulut dengan panitia, karena mereka merasa memiliki surat izin dari Wali Kota, tetapi aturan main dilapangan tidak seperti itu, dan harus memegang surat izin dari RT/RW, Kelurahan dan Kecamatan, karena jika terjadi sesuatu merupakan tanggung jawab aparat pemerintahan setempat. Akhirnya forum menghadirkan Ketua RT/RW untuk menanyakan apakah panitia B3 memilki surat izin tempat penyelenggaraan acara tersebut. Ternyata mereka tidak memilikinya dan akhirnya acara tersebut dibubarkan. Alloohu Akbar …...Allohu Akbar terdengan suara takbir memecah kebisingan yang terlontar dari mulut anggota forum.
Sebenarnya acara penghentian tersebut akan dimulai sejak pagi-pagi buta tetapi karena forum ingin mengetahui apa yang diucapkan oleh presenter kegiatan B3 dan menunggu teman-teman lain. Setelah mendengar dan merekam apa yang diucapkan presenter acara B3, ternyata jelas acara ini adalah pembakatisan.
Pembaktisan itu sendiri dilakukan dengan metode dan strategi hipnotis melalui acara perlombaan yang digelar oleh panitia. Peserta yang sudah terdaftar nama dan identitasnya kemudian dipanggil untuk mengikuti lomba, tetapi sebelum lomba dimulai panitia mewajibkan seluruh peserta untuk mengucapkan yel-yel yang dibimbing panitia seperti:
Kasih adalah dasar jalan keluargaku
Kebenaran ku ajarkan setiap waktu
jalan kebenaran dan hidup !!!
Keluarga super siap hadapi tantangan hidup
Hidup suci menjadi jalanku
Kebenaran adalah pilihanku
Jalan kebenaran dan hidup !!!
Remaja tangguh jadi pilihanku
Yel-yel tersebut sepintas biasa-biasa saja tetapi jika dicermati yel-yel itu berisi kata-kata pembaktisan. Astagfirullohal 'adziim.
Al-hamdulillah berkat kesiapan pemuda-pemuda Islam, Kecamatan Mustikajaya terbebas dari pembaktisan yang bergaya bakti sosial. Allohu akbar... Alloooohu akbar.
Mari kita galang kekuatan satukan tekad, satukan hati, mantapkan iman langkahkan kaki, kibarkan panji-panji kebesaran Islam, tebarkan salam.
Bela agama belakan ummat, mari penuhi panggilan suci, lawan musuh-musuh terlaknat, maju tak kenal takut, jangan jadi pengecut, usir kristenisasi dari Bekasi, tunaikan panggilan suci, jihad yang kami nanti.
Mungkin slogan dan yel-yel di atas dapat menambah semangat kita untuk berjihad melawan gerakan kristenisasi, karena gerakan mereka tidak akan ada hentinya sebelum mereka berhasil mengkristenkan kota Bekasi dan umumnya Indonesia ini.
untuk itu mari kita tanamkan anak cucu kita dengan aqidah yang mantap sehingga mereka tidak akan pernah menggadaikan aqidahnya. Karena tantangan kedepan akan semakin berat, sebagai studi analisis kasus yang terjadi di Nigeria, negara ini pada awalnya adalah berpenduduk Muslim, tetapi karena kebijakan pemerintah yang tidak tegas, akhir mereka menggalang kekuatan melalui jalur politik, dan kini keberadaan orang kristen sudah mencapai kurang lebih 38 % dengan jumlah tersebut mereka berani mengkudeta pemerintahan yang dipegang ummat Muslim, dan berani angkat senjata melawan ummat Islam.
Di Indonesia sendiri, saat ini jumlah mereka semakin bertambah, hal ini merupakan ancaman yang sangat nyata buat kita, jangan sampai kejadian di Nigeria terjadi di Indonesia.
Ayooo Umat Islam Bersatu, tinggalkan perbedaan warna, partai, golongan dan organisasi, satu persepsi waspadai kristenisasi, jika anak-cucu kita ingin selamat dari pemurtadan.
Alloh Yuwaffiquna.
Langganan:
Postingan (Atom)